Category Archives: Writing

From Chinese-realism to ‘Street Art’: Market taste shifts or market shifts

(Artworks used for illustrations belongs to I Gusti Ngurah Udiantara, Samsul Arifin, Uji Handoko Eko Saputro, Wedhar Riyadi and Oki Rey Montha. Works’ credentials are deliberately not written since the purpose of the using the image is as an illustration;

From Chinese-realism to ‘Street Art’: Market taste shifts or market shifts

(Artworks used for illustrations belongs to I Gusti Ngurah Udiantara, Samsul Arifin, Uji Handoko Eko Saputro, Wedhar Riyadi and Oki Rey Montha. Works’ credentials are deliberately not written since the purpose of the using the image is as an illustration;

Dari Yogyakarta ke jalan lain ke Havana*

Punkasila dikenal sebagai sebuah band punk dengan Acronym Wars (perang akronim) sebagai album-konsep perdananya. Seluruh album Acronym Wars berisi pelesetan singkatan-singkatan yang tak bisa dihindari penggunaannya dalam bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan.

Dari Yogyakarta ke jalan lain ke Havana*

Punkasila dikenal sebagai sebuah band punk dengan Acronym Wars (perang akronim) sebagai album-konsep perdananya. Seluruh album Acronym Wars berisi pelesetan singkatan-singkatan yang tak bisa dihindari penggunaannya dalam bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan.

‘Mendandani’ Kolase-kolase yang tak berkonsep

Awalnya, Angki Purbandono (Ruang Mes 56) menyodorkan saya setumpuk kolase diatas lembaran majalah yang disimpannya dalam tas. Setumpuk karya tersebut berhasil membuat saya tersenyum. Akhir-akhir ini, karya kolase diatas kertas majalah macam itu jarang saya temukan. Tidak mudah untuk menarik

‘Mendandani’ Kolase-kolase yang tak berkonsep

Awalnya, Angki Purbandono (Ruang Mes 56) menyodorkan saya setumpuk kolase diatas lembaran majalah yang disimpannya dalam tas. Setumpuk karya tersebut berhasil membuat saya tersenyum. Akhir-akhir ini, karya kolase diatas kertas majalah macam itu jarang saya temukan. Tidak mudah untuk menarik

Berkesenirupaan untuk kepentingan sang seniman: Inkonsistensi yang tidak menjadi sebuah konsistensi baru

Sebuah pertanyaan mendasar muncul ketika saya melangkah perlahan mengelilingi Sika Gallery, di Ubud, yang sedang memamerkan karya-karya I Made Muliana Bayak: Apa itu seni? Sebenarnya, ada berbagai definisi seni dari beragam pemikir. Untuk itu, saya memilih untuk percaya pada apa

Berkesenirupaan untuk kepentingan sang seniman: Inkonsistensi yang tidak menjadi sebuah konsistensi baru

Sebuah pertanyaan mendasar muncul ketika saya melangkah perlahan mengelilingi Sika Gallery, di Ubud, yang sedang memamerkan karya-karya I Made Muliana Bayak: Apa itu seni? Sebenarnya, ada berbagai definisi seni dari beragam pemikir. Untuk itu, saya memilih untuk percaya pada apa

Once upon a time in Rawalelatu

Rawalelatu. Rawalelatu. Rawalelatu. There’s something in Rawalelatu. Not just swamps and sparks. Not about the dusty stone roads. Neither murder cases nor tales of goosebumps. Not the labors at their works.

Once upon a time in Rawalelatu

Rawalelatu. Rawalelatu. Rawalelatu. There’s something in Rawalelatu. Not just swamps and sparks. Not about the dusty stone roads. Neither murder cases nor tales of goosebumps. Not the labors at their works.

SIMPONI: Cerita, Hal-hal Menarik, dan Ceria

Selama ini, karya-karya SIMPONI selalu menarik perhatian saya. Bisa jadi karena saya perempuan, muda, dan suka berbagai macam perintilan. Pameran kolektif mereka sebelum ini, Judge the Girl by Her Bag, adalah titik berangkat saya memerhatikan karya-karya mereka.

SIMPONI: Cerita, Hal-hal Menarik, dan Ceria

Selama ini, karya-karya SIMPONI selalu menarik perhatian saya. Bisa jadi karena saya perempuan, muda, dan suka berbagai macam perintilan. Pameran kolektif mereka sebelum ini, Judge the Girl by Her Bag, adalah titik berangkat saya memerhatikan karya-karya mereka.

‘Film perempuan’ menindas laki-laki: Dominasi maskulin dan dekonstruksi perspektif jender

1. Pengantar Sebuah ulasan mengatakan bahwa film ini lebih pantas berjudul “Perempuan Punya Derita” karena penderitaan tanpa-akhir yang dialami hampir semua tokoh perempuan didalamnya.[1] Situs perfilman Indonesia RumahFilm.org, bahkan, meresensi film ini dengan judul Para Perempuan Malang.[2] Padahal, omnibus film

‘Film perempuan’ menindas laki-laki: Dominasi maskulin dan dekonstruksi perspektif jender

1. Pengantar Sebuah ulasan mengatakan bahwa film ini lebih pantas berjudul “Perempuan Punya Derita” karena penderitaan tanpa-akhir yang dialami hampir semua tokoh perempuan didalamnya.[1] Situs perfilman Indonesia RumahFilm.org, bahkan, meresensi film ini dengan judul Para Perempuan Malang.[2] Padahal, omnibus film

Negara tanpa ruang

Seniman jalanan sibuk menuntut hak penggunaan ruang publik sebagai ruang mereka berkarya. Pemerintah kota sibuk menata iklan luar ruang yang semakin menggila jumlah dan ukurannya. Penduduk kota sibuk mengeluhkan polusi visual; ada yang diresahkan oleh iklan, ada juga yang terganggu

Negara tanpa ruang

Seniman jalanan sibuk menuntut hak penggunaan ruang publik sebagai ruang mereka berkarya. Pemerintah kota sibuk menata iklan luar ruang yang semakin menggila jumlah dan ukurannya. Penduduk kota sibuk mengeluhkan polusi visual; ada yang diresahkan oleh iklan, ada juga yang terganggu

Kontradiksi kumis: Jijik tapi menarik!

Apa yang membuat Hitler, Charlie Chaplin, dan Asmuni pantas digolongkan dalam satu kategori? Kumis! Bukan sekedar pertanyaan retoris seperti “Ada Apa dengan Cinta?”, “Ada Apa dengan Kumis?” adalah sebuah pameran tunggal seni rupa, Nanang Zulkarnaen,

Kontradiksi kumis: Jijik tapi menarik!

Apa yang membuat Hitler, Charlie Chaplin, dan Asmuni pantas digolongkan dalam satu kategori? Kumis! Bukan sekedar pertanyaan retoris seperti “Ada Apa dengan Cinta?”, “Ada Apa dengan Kumis?” adalah sebuah pameran tunggal seni rupa, Nanang Zulkarnaen,

2nd POSE: Pembuka Tahun Penuh Harapan

Pengantar “Meong-meong!” sambut para penonton White Shoes and the Couples Company (WSATCC) serentak 29 Januari lalu menyambut ajakan sang vokalis, Aprilia Apsari, untuk menyanyi bersama. Riuh rendah

2nd POSE: Pembuka Tahun Penuh Harapan

Pengantar “Meong-meong!” sambut para penonton White Shoes and the Couples Company (WSATCC) serentak 29 Januari lalu menyambut ajakan sang vokalis, Aprilia Apsari, untuk menyanyi bersama. Riuh rendah