Mari kita sama-sama belajar dan berbagi!
Lokakarya dan pameran Rivers of the World di Solo
RoTW kali ini dimulai dengan mengumpulkan seluruh siswa dari ke enam sekolah untuk lokakarya awal. Pertama, kakak-kakak dari Yayasan Kampung Halaman menceritakan sejarah Bengawan Solo dan lebih spesifik lagi Kali Pepe. Kali ini, Kali Pepe kami pilih sebagai perhatian utama karena kedekatannya dengan kehidupan sehari-hari masyarakat kota dan juga kedekatannya dengan industri terbesar di Solo yaitu batik. Kali Pepe melewati banyak kampung batik di Solo sehingga ia cenderung dijadikan sumber sekaligus tempat pembuangan.
Setelah sesi pertama, Komunitas Lifepatch menceritakan salah satu kegiatan mereka yang berjudul Jogja River Project (JRP). Dalam JRP, Lifepatch mengajak sejumlah komunitas untuk ikut mereka berjalan-jalan ke sungai-sungai di Jogja untuk mengambil contoh air untuk diperiksa kadar ekolinya, memotret lingkungan sekitar dan kehidupannya, mengangkuti sampah plastik, dan lain sebagainya. JRP ingin memetakan kondisi air di sungai-sungai Jogja dan membaca kehidupan sosial di sekitarnya. Kakak-kakak Lifepatch ini kami undang untuk terlibat dalam RoTW dan membagi metode kerja mereka di JRP. Metode ini kami percayai dapat menjadi sumber inspirasi lain untuk penciptaan karya, baik bagi para seniman yang menjadi fasilitator maupun bagi para siswa.
Pertemuan hari pertama ini diakhiri dengan lokakarya meretas (hacking) kamera web (webcam) menjadi mikroskop oleh Lifepatch. Kamera web menjadi mikroskop? Bagaimana bisa? Ya, itulah! Dalam brosur ini, kamu akan menemukan langkah-langkah untuk membuatnya sendiri. Setelah setiap sekolah mempunyai mikroskop-buatannya-sendiri, esoknya kami beramai-ramai kami menuju ke Kampung Beton di mana Kali Pepe bertemu dengan Bengawan Solo. Hari kedua dilanjutkan dengan presentasi masing-masing seniman fasilitator tentang karya-karya mereka dan rencana kerja dengan para siswa. Keseruan pun dimulai!
Setiap seniman yang diajak untuk menjadi fasilitator dalam RoTW kali ini punya latar belakang praktik yang berbeda-beda. Andreas Siagian kerap mengolah bunyi dengan teknologi murah dan tepat-guna dengan ketertarikan khusus pada kerja-kerja yang melibatkan masyarakat umum. Dengan latar belakang desain komunikasi visual, Antonius Ipur belakangan kerap mengerjakan karya-karya grafis dengan pencarian bagaimana seni bisa berinteraksi sekaligus berfungsi di luar ruang-ruang seni yang mapan. Elia Nurvista mengolah tekstil dan berbagai elemen dalam makanan, juga ritual makan, untuk mengenali, mempelajari, dan mengidentifikasi lapisan-lapisan informasi, pengetahuan dan budaya di sekitarnya. Ferial Afiff menggunakan tubuhnya sebagai medium utama dalam perjalanan berkaryanya; ketertarikan utamanya adalah soal-soal negasi dan negosiasi tubuh dalam kehidupan bermasyarakat. Flourish Sekarjati menggunakan lukisan sebagai medium ekspresi dan narasi. Aktif dalam kolektif RuangMes56, Seto Hari Wibowo mengolah beragam medium fotografi dan kerap mempersoalkan ruang yang dibekukan dalam khasanah praktik mediumnya sendiri.
Dengan keragaman latar dan praktik tersebut, para seniman dan fasilitator mengajak para siswa untuk mengidentifikasi temuan mereka di lapangan untuk kemudian difokuskan pada sebuah struktur narasi dalam penciptaan karya mereka. Hari kedua berakhir dengan sketsa ide dan gagasan yang rampung. Dua hari selanjutnya, semua sibuk mengerjakan karya mereka dengan cara yang berbeda-beda.
Hemat saya, ada beberapa catatan kecil yang menarik dari seluruh proses RoTW kali ini. Pertama, dari lokakarya meretas kamera web menjadi mikroskop; kegiatan ini sekaligus bertujuan menginspirasi para siswa untuk membuat sendiri, dengan tangan dan kreativitas mereka masing-masing, benda-benda yang mereka butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, siapapun bisa belajar dan sekaligus berbagi melalui karya seni. Proses belajar mengenai hal lain melalui: 1) Pengalaman riset lapangan yang mengajak siswa ke Kampung Beton dan mempertemukan mereka langsung dengan kondisi fisik, sampah, warga hunian sekitar, pengunjung yang sekadar memancing atau jalan-jalan, pekerja yang memanfaatkan sungai tersebut, dan lain sebagainya; 2) Mengerjakan karya dengan medium-medium yang relatif baru bagi para siswa sendiri; dan 3) Berbagi kisah, pengetahuan, pengalaman, dan harapan mereka soal Kali Pepe dan Bengawan Solo pada publik melalui karya yang mereka ciptakan.
Pameran Seni Rupa Dunia Rivers of the World 2014
Balai Soedjatmoko (Bentara Budaya Solo)
11-14 Januari 2014Klik di sini untuk melihat foto-foto lokakarya.
Klik di sini untuk melihat foto-foto pameran.
Klik di sini untuk melihat foto-foto pengunjung pameran yang diambil dengan instalasi Fotomatis yang dibuat oleh Budi ‘Iyok’ Prakosa (Lifepatch).
Lokakarya Rivers of the World diselenggarakan pada 15-19 Juli 2013 oleh British Council Indonesia bersama Yayasan Kampung Halaman dan Lifepatch dengan melibatkan enam seniman sebagai fasilitator yaitu Andreas Siagian, Antonius Ipur, Elia Nurvista, Ferial Afiff, Flourish Sekarjati, dan Seto Hari Wibowo. Enam sekolah yang dilibatkan adalah SMP Kasatriyan 1, SMP Kristen Kalam Kudus Surakarta, SMP Muhammadiyah 7 Surakatar, SMP Negeri 1 Surakarta, SMP Negeri 4 Surakarta, SMP Negeri 9 Surakarta.